Rambu-Rambu untuk Influencer Investasi di Media Sosial

Para penasihat keuangan yang kerap bersliweran di media sosial (influencer) kini tak bisa lagi bicara sembarangan mempromosikan produk atau perusahaan di pasar modal. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini memberi rambu-rambu bagi mereka.

Para penasihat keuangan yang kerap bersliweran di media sosial (influencer) tidak bisa lagi bicara sembarangan mempromosikan produk atau perusahaan di pasar modal. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini memberi rambu-rambu bagi mereka.

Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pengendalian Internal dan Perilaku Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek (PEE) dan Perantara Pedagang Efek (PPE).

Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi mengatakan, salah satu poin dari pengaturan POJK ini adalah mengenai kewajiban dan larangan PPE dan PED serta kerjasama iklan dengan pegiat media sosial.

Dalam aturan ini, PPE dan PED yang melakukan kerjasama dengan pegiat media sosial wajib memastikan pegiat media sosial telah memiliki izin sebagai penasihat investasi.

Sebelum melakukan kerjasama iklan, pastikan pegiat media sosial itu telah memiliki izin sebagai penasihat investasi.

Menurut Ismail, penerbitan aturan ini dilatarbelakangi oleh semakin kompleksnya kegiatan usaha perusahaan efek serta pesatnya perkembangan industri sekuritas, baik dari sisi produk, proses bisnis, maupun mekanisme layanan kepada nasabah.

"Pengaturan terkait pengendalian internal dan perilaku perusahaan efek dalam POJK ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperkuat aspek pelindungan investor di pasar modal," ujar Ismail, Selasa (15/7/2025).

Peraturan ini akan mulai berlaku efektif enam bulan setelah tanggal diundangkan, yaitu pada 11 Desember 2025. OJK menegaskan akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi untuk memastikan implementasi POJK ini berjalan efektif dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat serta industri pasar modal Indonesia.

Melindungi Investor dari Pemasaran Berlebihan

Mike Rini, seorang perencana keuangan independen, menjelaskan bahwa inti dari regulasi ini mencakup tujuan yang jelas, kewajiban bagi para influencer, koridor dalam penyampaian konten, serta aspek penegakan hukum dan sanksi. Ia menambahkan bahwa regulasi ini juga menguraikan peran penting OJK dalam sosialisasi dan pengawasan.

"Kalau dari sisi tujuannya sendiri memang untuk melindungi terutama konsumen, ya, dalam hal ini investor. Jadi supaya investor itu dia mendapatkan informasi yang akurat, yang reliable, dan terhindar dari praktek pemasaran yang berlebihan dan tidak realistis dan tidak etis gitu maksudnya," ujar Rini, (17/7/2025)

Lebih Lanjut, ia menjelaskan, regulasi ini juga berupaya meningkatkan transparansi antara penjual, perusahaan yang menerbitkan produk, dan konsumen. Dengan adanya regulasi ini, diharapkan informasi yang diterima investor menjadi benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Mike Rini, Independent Financial Planner/Dok.Pribadi

Mike memerinci beberapa kewajiban krusial bagi para pemengaruh alias influencer.

  1. Mereka wajib mengungkapkan hubungan mereka dengan perusahaan sekuritas, termasuk kompensasi yang diterima. "Kewajibannya tentunya harus mengungkapkan hubungannya dia dengan si perusahaan sekuritas. Jadi transparansinya di situ. Hubungannya dia apa sebagai tenaga pemasar, termasuk kompensasi yang dia dapat itu apa," tegas Rini.
  2. Informasi yang disampaikan oleh influencer harus akurat dan valid. Penyampaian konten juga tidak boleh mengandung klaim yang berlebihan, melainkan harus bersifat edukatif. Tujuannya adalah agar investor memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan investasi yang tepat.

Penegakan Hukum dan Peran OJK

Mike Rini juga menyoroti pentingnya aspek penegakan hukum dalam regulasi ini. Ia menyatakan bahwa dari sisi penegakan hukum ini penting, dan di dalam regulasi ini memang ada poinnya. "Kalau melanggar, ada denda, ada sanksi, sampai dengan misalnya ada pencabutan izinnya," katanya

Selain itu, OJK juga memiliki peran aktif dalam memastikan kepatuhan regulasi. Rini menekankan bahwa OJK perlu melakukan pendidikan dan sosialisasi berkelanjutan kepada para pelaku, pemasar, dan perusahaan sekuritas agar semua pihak memahami dan mematuhi regulasi yang berlaku. Ini akan memastikan adanya pengawasan yang berkelanjutan.

Pengaturan Influencer Belum Sepenuhnya Komprehensif, Sertifikasi Mendesak

Pengamat pasar modal, Budi Frensidy, menyoroti bahwa regulasi yang mengatur peran influencer di pasar modal belum sepenuhnya komprehensif. Menurut Frensidy, aturan yang ada saat ini masih memiliki celah, terutama dalam mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh influencer yang tidak terafiliasi langsung dengan perusahaan efek atau penjamin emisi.

"Saya pikir yang diatur itu memang sudah sewajarnya, tapi kelihatannya belum lengkap, ya. Belum mengatasi permasalahan yang dilakukan oleh yang terjadi dengan influencer," ungkapnya kepada Suar, Kamis (17/7).

Budi menjelaskan bahwa pengaturan yang berlaku saat ini cenderung berfokus pada influencer yang menjalin kerja sama dengan pusat efek atau penjamin emisi, terutama terkait penawaran umum perdana (IPO).

Namun, ia menyoroti bahwa banyak kasus di mana influencer mempromosikan aset lain, seperti kripto atau produk investasi gadungan, tanpa didasari analisis yang memadai dan tanpa ikatan kerja sama resmi. Hal ini, menurutnya, masih belum terjamah oleh regulasi yang ada.